21 Agu 2011

Kenapa selalu menyebut aamiin/amin ?

Kenapa selalu menyebut aamiin/amin ?

“Aamiin” , amin, ucapan kata yang sangat  tidak asing dan cukup penting  bagi orang muslim. Diucapkan setiap akhir  berdoa karena sdh menjadi pemahaman umum “aamiin” memiliki makna “kabulkanlah permohonan kami”, dan kata tsb diucapkan juga setiap akhir bacaan Alfatihah pada saat shalat. Ucapan aamiin ini jika dimasjid ducapkan dengan keras bersamaan setelah imam mengucapkannya dalam shalat berjamaah dan shalat jum’at,   menggemakan seluruh ruang  masjid. Kata ini setiap hari minimal 5 waktu shalat selalu kita serukan, secara sendiri  atau berjamaah.
Seperti diketahui bahwa ketentuan hukum agama Islam ke dua setelah Quran bagi kaum sunni seluruh dunia (pengikut kitab2 hadits sunnah rasul, termasuk sebagian besar dari  Indonesia) adalah kitab2 hadits.

Ada 9 kitab yang disusun oleh imam2 jaman dahulu yang disusun 200 tahun setelah Muhammad wafat, kitab2 tersebut  : kitab Hadits Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan  Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Muwatha’ Malik, Sunan Darimi. Penyusunan kitab2 hadits tersebut didasarkan pada pengumpulan cerita ucapan dari para perawi (orang yang menyampaikan cerita, berdasarkan ingatan), cerita ucapan tersebut dilakukan karena tidak ada catatan tertulis ketika nabi masih hidup, kecuali hanya ayat2 Quran yang dicatat dituliskan secara bertahap sedikit demi sedikit selama masa kenabian Muhammad 22 tahun (610-632). Hal ini unt menghindarkan bercampurnya antara ucapan nabi Muhammad sebagai manusia dan ucapan Muhammad sebagai ucapan ayat2 Quran dari Allah.  Sehingga tingkat2 kebenaran hadits sangat tergantung dari perawi2nya. Hadits yang dianggap paling tinggi tingkat kebenarannya disebut shahih.
Semua pelaksanaan ibadah sehari2 kaum sunni sangat diwarnai dengan apa yang dituliskan dalam hadits yang diyakini kaum sunni sebagai apa yang dilakukan/diucapkan  nabi Muhammad sebagai sabda.   
Seperti diketahui bahwa penyebutan aamiin/amin setiap selesai membaca AlFatihah berasal dari sumber hukum beberapa hadits, 2 hadits terkenal Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan  bahwa penyebutan aamiin/amin tersebut merupakan sabda nabi Muhammad.
Shahih Bukhari 4115: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya dari Abu Shalih (Dzakwan) dari Abu Hurairah (Shakhr) radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bila imam mengucapkan, 'Ghairil maghdluubi 'alaihim walaadl-dlalliin (Bukan orang-orang yang dimurkai dan bukan orang-orang yang sesat) ' maka ucapkanlah, 'Aamiin', Barangsiapa ucapan aamiin-nya bersamaan dengan aamiin para malaikat, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu."



Shahih Muslim 618: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata, saya membaca di hadapan Malik dari Ibnu Syihab dari Sa'id bin al-Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa keduanya telah mengabarkan kepadanya dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, karena barangsiapa yang aminnya bersesuaian dengan aminnya malaikat, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni." Ibnu Syihab berkata, "Dahulu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata "? min (semoga Allah mengabulkan) ". Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku Ibnu al-Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah ra berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam semisal hadits Malik, dan dia belum menyebutkan perkataan Ibnu syihab.
Pemahaman apa yang diceritakan perawi2 sebagai sabda nabi seperti ditulis Bukhari dan Muslim  tersebut perlu diuji kebenarannya dengan pemahaman yang dijelaskan oleh kata2 Allah,   apakah ketentuan hadits tersebut  konsisten dengan ketentuan  Quran,  tidak bertentangan ?. Jika ketentuan bertentangan maka hadits tersebut gugur demi Quran, demi Allah, dan penyebutan aamiin/amin bukan ketentuan berasal dari Allah, tetapi ketentuan dari perawi2 dan penulis cerita, bukan ucapan nabi.
Penyebutan aamiin dalam Hadits tersebut saat ini menjadi ketentuan  sangat penting bagi umat Islam, menjadi ketentuan kaum muslim yang sekarang dibaca/disebut pada setiap akhir pembacaan AlFatihah saat shalat secara sendiri maupun berjamaah mengikuti Imam, dan dibaca sebagai penutup setiap kita berdoa.

Pengampunan dosa masa lalu  ketetapannya adalah kewenangan  Allah, dan jika merupakan ketetapan Allah yang sangat penting bagi manusia karena menyangkut penghapusan dosa   pasti ketetapannya dituliskan dalam Quran, karena Muhammad tidak dibolehkan   menambah atau mengurangi ketentuan  Allah diluar  yang tertulis dalam Quran.
Seperti contoh tentang ucapan sebelum doa, dan  ucapan penutup  doa, Allah memberikan panduanNya dalam Quran ayat 10:10
(QS 10:10)
Do'a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup do'a mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin.
 Atau panduan apabila  bertemu dengan orang beriman :
(QS 6:54)
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ajaran hadits menyebutkan aamiin  dibaca saat shalat adalah penghapus dosa masa lalu,  Dalam Quran diajarkan bahwa shalat tidak dimaksudkan untuk menghapus dosa masa lalu tetapi  dimaksudkan unt mencegah perbuatan keji dan mungkar.

(QS 29:45)
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pencegahan tersebut konsisten dengan isi  surat yang terkandung dalam bacaan shalat 7 ayat pada ayat 1:6 dan 1:7, yaitu  meminta  ditunjukkan jalan yang lurus, yaitu jalan orang2 yang diberi ni’mat, bukan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat. Bacaan ini tidak terkandung permohonan dosa masa lalu.
(QS 1:6)
Tunjukilah kami jalan yang lurus
(QS 1:7)
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar, dan dengan shalat,  mengerjakan pekerjaan2 yang baik,  dengan sendirinya pekerjaan buruk akan ditinggalkan, hal ini dipertegas dalam 11:114.
( QS 11:114)
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Terkait dengan penghapusan dosa itu sendiri, Quran mengajarkan :
Bahwa terdapat dosa yang tidak dapat diampuni yaitu dosa mempersekutukan Allah,
Bagi orang2 kafir dan melakukan kezaliman, Allah tidak menunjukkan jalan. Dan tdk mengampuni, namun jika meraka  berhenti dengan kekafirannya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu.
Bagi Orang yang melepaskan hak kisasnya, akan menjadi penebus dosa baginya,
Allah mengampuni orang2 yang Iman, bertakwa kpd Allah, menjauhkan hal2 yang dilarang dan berpedoman hanya pada Quran (Furqan)
Bagi orang yang memohon ampun dan bertaubat, berhenti melakukan hal2 yang bertentangan dengan ajaran Quran,  kembali kepada Allah, dan berserah diri kepada-Nya sebelum datang azab,  mengikuti Quran,  sebelum datang azab dengan tiba-tiba, yang tidak disadari.
(QS 4:116)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
 (QS 4:168]
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka,

(QS 8:38)
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi  sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu
 (QS 5:45)
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

(QS 8:29)
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada ALlah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (pembeda). Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
(QS 39:53)
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS 39:54)
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
(QS 39:55)
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,
(QS 47:19)
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
Demikianlah Quran mengajarkan tentang pengampunan dosa.
Ajaran Pengampunan dosa dalam ajaran hadits tersebut semua tidak ada kebenarannya yang sesuai dengan ketentuan Quran. Perawi2 tersebut menceritakan sesuatu ucapan nabi Muhammad sebagai terkaan secara berlebihan, bahkan melebihi ketentuan ajaran Quran. Dan kita semua mengikutinya ?  

Allah menunjukkan dengan tanda-tandanya dan kiasan-kiasan perkataannya.


(QS 47:30)
Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.

Jika kita telah mendapatkan pengetahuan,  Apakah kita akan mengikuti pengampunan dosa dengan membaca aamiin seperti yang dikisahkan tulisan  Bukhari dan Muslim ? Semuanya kembali kepada pilihan kita.
(QS 39:18)
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
(QS 7:52)
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(QS 7:175)
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
(QS 13:37)
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quraan itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah

(QS 17:36)
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

(QS 98:6)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
(QS 39:71)
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: 'Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?' Mereka menjawab: 'Benar (telah datang)'. Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir

Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin. 10:10
Salaamun ‘alaikum 6:54
------------------------------------------------------------------------

Kajian “amin” dari sebuah sumber lain  http://www.e-bacaan.com/emailf85.htm
AMIN Sang Berhala
Pengucapan amin sudah menjadi sebahagian yang tidak terpisahkan dari keseharian umat Islam. Setelah membaca surat al-Fatihah menyebut amin, setiap kali selesai berdoa menyebut amin, kalau ada seseorang yang mendoakan pun oleh yang didoakan disahut dengan kata amin.
Pengucapan amin di dalam tradisi Islam didasarkan pada sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah. Hadits tersebut menyuruh umat Islam agar mengucapkan amin begitu imam shalat selesai membaca surat al-Fatihah. Ada yang mengatakan, sahutan amin-nya yang beriringan dengan sahutan amin malaikat, maka dosa-dosanya yang lalu akan dihapuskan.
Perintah untuk menyebut amin di akhir doa tidak ditemukan di dalam al-Qur’an. Alih-alih menyebut amin. Kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu memaparkan kepada kita sebuah penutup doa para ahli surga. Penutup doa mereka yang telah berada di dalam keridhaan Allah itu adalah Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin.
“…Dan akhir seruan mereka: ‘Segala puji bagi Allah, Pemelihara semesta alam’.” (10:10)
Begitu pula dengan ucapan para malaikat, tidak ada keterangan al-Qur’an yang mengesahkan bahwa para malaikat mengucapkan amin. Kalimat yang diucapkan oleh para malaikat di sisi Allah tidak lain dari Alhamdulillahirabbil‘aalamiin juga.
”Dan kamu akan melihat para malaikat mengelilingi Arasy dengan melafaz sanjungan Rabb mereka; dan dengan adil perkara diputuskan antara mereka; dan dikatakan,’Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam’.” (39:75)
Menilik tradisi agama-agama yang sudah lebih dahulu ada, sahutan amin/amen yang diajarkan oleh Abu Hurairah ini menemukan sumbernya di dalam Bible.
Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan:“Amin, amin!”, … (Neh. 8:7)
Bila anda pernah mendengar sahutan amen/amin dalam acara kebaktian gereja dan lalu membandingkannya dengan sahutan amin dalam shalat berjamaah, memang terasa kesamaan gaya sahutannya. Kata amin/amen disuarakan dengan nada yang khas secara serentak sehingga menimbulkan gema yang cukup dalam dan panjang.
Catholic Encyclopedia vol. 1 1907 menyebutkan bahwa kata amen/amin sebagaimana yang digunakan pada acara kebaktian di gereja adalah berasal dari bahasa Ibrani (Yahudi).
“The word Amen is one of a small number of Hebrew words which have been imported unchanged into the liturgy of the Church ... 'So frequent was this Hebrew word in the mouth of Our Saviour', observes the catechism of the Council of Trent, "that it pleased the Holy Ghost to have it perpetuated in the Church of God.”
Amen, atau oleh orang Arab dan Melayu disebut amin, secara harfiah bererti "dipercayai". Dalam penggunaannya kemudian, kata amen / amin digunakan untuk mengekspresikan harapan terkabulnya permintaan. Ekspresi tersebut sama dengan ungkapan "mudah-mudahan".
Dengan berpandukan pada makna ungkapan amen / amin yang lebih kurang diertikan "mudah-mudahan", umat Islam tidak merasa ada masalah untuk mengucapkannya walaupun ia tidak diajar di dalam al-Quran.
Berhubung sebutan amen / amin yang tidak pernah diajarkan Allah ini biasa digunakan di dalam solat mahupun doa, maka saya mengajak anda untuk bersikap lebih kritis dan berhati-hati dalam persoalan ini. Benarkah amen / amin hanya sebuah ungkapan yang bererti mudah-mudahan?
Bila kita memeriksa Bible, maka akan kita ketemukan bahawa sesungguhnya amen / amin bukanlah sekadar sebuah ungkapan. Amen / amin adalah sebuah nama!
"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaah di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah" (Why. 3:14)
Salah satu anggapan yang popular di kalangan umat Kristian, disedari atau tidak, juga dengan jelas telah melayan amen / amin sebagai sebuah nama.
"We ask this in Thy Name, Amen"
"We praise Thy Name, Amen"
"We ask this in the Name which is above every Name, Amen"

"Praise the Lord" - with the communal response: Amen "
Nama amen / amin sebagaimana yang digemakan oleh umat Islam, Kristian, dan Yahudi di masjid-masjid, gereja-gereja, dan sinagog-sinagog sinonim dengan ungkapan Aum (dibaca: Om) yang digunakan oleh umat Hindu dan Buddha di dalam doa dan ibadat mereka.
Di dalam Maitri Upanishad dikatakan bahawa Aum adalah suara pertama di alam semesta. Pernyataan di dalam Maitri Upanishad tersebut selaras dengan pasal Bible yang mengatakan bahawa yang pertama ada adalah "kata".
"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yoh. 1:1)
Pada terjemahan Bible berbahasa Inggeris versi King James, frasa "pada mulanya adalah Firman" pada pasal di atas berbunyi "In the beginning was the Word". Pada mulanya adalah kata.
Sebagaimana yang telah dimaklumkan oleh Bible bab Wahyu pasal 3:14, "kata" yang didakwa sebagai permulaan ciptaan Tuhan bahkan sebagai Tuhan itu sendiri adalah amen / amin / aum.
Kita sudah mengetahui bahawa amen / amin / aum adalah sebuah nama. Tapi, nama siapa?
Columbia Encyclopedia, 6th Edition 2001 memaklumkan bahawa Amen adalah salah satu trinitas dewa berhala bangsa Mesir kuno. Amen sempat menjadi dewa yang paling berkuasa di Mesir dan kedudukannya diidentitikan sebagai dewa Zeus bangsa Yunani.
"Amun or Amen, Egyptian deity. He was originally the chief god of Thebes; he and his wife Mut and their son Khensu were the divine Theban triad of deities. Amon grew increasingly important in Egypt, and eventually he (identified as Amon Ra; see Ra) became the supreme deity. He was identified with the Greek Zeus (the Roman Jupiter).
Amon 's most celebrated shrine was at Siwa in the Libyan desert; the oracle of Siva later rivaled those of Delphi and Dodona. He is frequently represented as a ram or as a human with a ram 's head. "
Proses penyerapan nama berhala Mesir purba ke dalam bahasa Ibrani (Yahudi) tentunya berlangsung ketika bangsa Yahudi menjadi budak raja-raja Mesir pada era dinasti ke XVIII dan dinasti ke XIX "Kerajaan Baru" sekitar tahun 1570 SM sampai dengan 1225 SM. Pada tempoh itu dewa utama bangsa Mesir adalah Amen, yang kemudian seiring dengan pengaruhnya yang semakin besar digelar sebagai dewa matahari ("Ra").
Merujuk kepada al-Quran, kita mengetahui bahawa raja-raja Mesir (para Firaun) memang menanamkan keyakinan bahawa diri mereka adalah Tuhan. Tidak menghairankan kalau kemudian kita mendapati adanya usaha untuk meletakkan amen / amin / aum ini sebagai entiti "Tuhan" dengan misalnya menganggap bahawa ia adalah awal mula segala sesuatu.
"Dan Firaun berkata, 'Wahai pembesar-pembesar, aku tidak mengetahui bahawa kamu mempunyai Tuhan selain dari aku'!" (28:38)
Meskipun pada akhirnya kaum Yahudi dibebaskan di bawah pimpinan Nabi Musa, kecenderungan mereka pada patung berhala masih sangat kental. Kecenderungan tersebut menjelaskan mengapa nama berhala Mesir masih tetap lekat pada lidah mereka.
"Dan Kami bawa Bani Israil menyeberangi laut, dan mereka datang kepada satu kaum yang bertekun pada patung-patung yang mereka punyai. Berkata, "Wahai Musa, buatkanlah untuk kami satu tuhan seperti tuhan-tuhan yang mereka punyai." Berkatalah dia (Musa), 'Sesungguhnya kamu adalah kaum yang bodoh'. "(7:138)
"Catholic Encyclopedia vol. 1 1907 "yang tadi telah kita kutip menghuraikan pula kaitan antara kata amen / amin yang biasa dilaungkan oleh umat Islam, Kristian, dan Yahudi, dengan mantra-mantra magis bangsa Mesir. Tentunya ini bukan semata kebetulan.
"Finally, we may note that the word Amen occurs not infrequently in early Christian inscriptions, and that it was often introduced into anathemas and Gnostic spells. Moreover, as the Greek letters which form Amen according to their numerical values ​​total 99 (alpha = 1, mu = 40, epsilon = 8, nu = 50), this number often appears in inscriptions, especially of Egyptian origin, and a sort of magical efficacy seems to have been attributed to this symbol. It should be mentioned that the word Amen is still employed in the ritual both of Jews and Mohammedans. "
Aum (dibaca: Om) secara am juga dikenali sebagai sebuah mantra agung yang digemakan berulang-ulang dalam laku spiritual.
"Let him recite the Gayatri Mantra prefixed with the mystic syllable Om, the mother of all the Vedic mantras" (Garuda Purana)
Mereka yang menolak adanya kaitan antara ucapan amen / amin dengan Amen si dewa berhala beralasan bahawa secara semantik ucapan amen / amin mempunyai erti tersendiri iaitu "dipercayai".
Tambahan lagi, mereka mendakwa tidak pernah punya 'nawaitu' untuk menyeru patung batu yang berdiri di kuil Karnak Mesir tersebut dalam doa dan ibadahnya.
Kali ini saya mengajak anda meneliti ayat-ayat al-Quran yang menghuraikan tentang "sesuatu yang diseru selain Allah", dan kemudian membandingkannya dengan hipotesis yang menyatakan bahawa seruan amen / amin ditujukan kepada berhala.
Pertama, sesuatu yang diseru selain Allah itu tidak akan pernah membalas.
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru selain dari Allah, yang tidak akan menyahutinya hingga Hari Kiamat ..." (46:5)
Ke dua, mereka yang menyeru kepada sesuatu selain Allah itu tidak menyedari apa yang sesungguhnya mereka sembah.
"... Dan mereka, lalai pada seruan mereka?" (QS 46:5)
Ke tiga, sesuatu yang diseru selain Allah itu berkemungkinan diseru dan nama Allah.
"Dan janganlah menyeru tuhan yang lain berserta Allah, tidak ada Tuhan selain Dia ..." (28:88)
Ke empat, sesuatu yang diseru selain Allah itu berkemungkinan diseru pula di masjid-masjid. "Bahawasanya masjid-masjid adalah kepunyaan Allah, maka janganlah menyeru kepada selain Allah di dalamnya" (QS 72:18)
Kata-kata "menyeru / seruan" pada redaksional ayat-ayat di atas adalah terjemahan dari kata bahasa Arab "tad'u / yad'u" yang masih satu akar dengan kata doa. Terjemahan tersebut lebih tepat berbanding dengan kata "menyembah" sebagaimana yang umumnya kita temui pada terjemahan al-Quran bahasa Indonesia.
Sekarang anda perhatikan empat kenyataan mengenai "sesuatu yang diseru selain Allah" di atas satu persatu. Kesemuanya sesuai dengan amalan penyebutan amen / amin dalam kehidupan sehari-hari.
(1) Patung amen / amin tidak akan pernah membalas orang-orang yang siang malam memanggilinya;
(2) orang-orang yang memanggil amen / amin tidak sedar kalau yang mereka sembah itu adalah sebuah patung batu;
(3) amen / amin diseru dan nama Allah (Allah di awal doa, amen / amin di akhir doa);

(4) amen / amin diseru pula di dalam masjid-masjid secara teratur setiap hari.
Adanya makna kamus "dipercayai / mudah-mudahan" untuk kata amen / amin ternyata tidak melemahkan hipotesis bahawa seruan amen / amin adalah ditujukan kepada berhala. Malahan kewujudan makna kamus tersebut menjadi salah satu faktor yang melalaikan para penyeru amen / amin dari menyedari apa yang sesungguhnya mereka sembah.
Malangnya, ketiadaan niat tidak dapat menjadi perisai kebenaran di hadapan Allah. Sila baca kembali surat 46:5 di atas, Allah tetap melabel "sesat" walaupun si penyeru tidak menyedari (lalai) terhadap seruannya.
Konsekuensi Musyrik
Apakah selepas ini anda masih akan terus bertekun dengan seruan amen / amin atau tidak adalah sepenuhnya pilihan anda. Namun saya hanya ingin mengingatkan bahawa menyeru sesuatu selain Allah akan menjatuhkan pelakunya kepada kemusyrikan. Sebuah dosa yang
tidak akan diampuni oleh Allah.
"Katakanlah, 'Adakah kamu memikirkan sekutu-sekutu yang kamu seru selain dari Allah? Tunjukkanlah kepadaku apa yang mereka ciptakan di bumi, atau adakah untuk mereka satu sekutu di langit ?'..." (QS 35:40)
Tidak saja di dalam al-Quran, Bible juga mengingatkan hal yang sama untuk menjadi kepedulian bagi umat Kristian yang ingin memurnikan ketaatannya kepada Allah.
Dalam segala hal yang Kufirmankan kepada haruslah kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu. (Kel. 23:13)
Tersembunyi
Teks-teks peninggalan Mesir kuno menuliskan bahawa makna nama Amen diidentitikan dengan "tersembunyi" / "tidak kelihatan". Dalam anggapan pemujaan kepada dewa Amen dikatakan bahawa dia "tersembunyi dari anak-anaknya", dan "tersembunyi dari dewa-dewa dan manusia".
Rupanya tekad Amen untuk menobatkan dirinya sebagai "tuhan yang tersembunyi" cukup berhasil. Ribuan tahun umat dari agama-agama besar dunia memanggil-manggil namanya tanpa pernah mereka sedari. Amen dengan sangat rapi tersembunyi di balik lembaran-lembaran doktrin agama sebagaimana virus komputer membenam di dalam litar hard disk.
Tersanjunglah Allah yang telah menurunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan menjaganya dari segala bentuk penyimpangan. Mereka yang berpegang teguh kepada al-Quran akan terhindar dari menyeru amen / amin kerana hal demikian memang tidak pernah diajarkan di dalamnya.
Umat ​​Islam yang menyeru amen / amin hanyalah mereka yang meninggalkan al-Quran dan menggantikannya dengan kitab hadis. Kitab yang tidak dikenali oleh Nabi Muhammad, mahupun oleh tujuh generasi awal umat Islam.
"... Dan akhir seruan mereka: 'Segala puji bagi Allah, Pemelihara semesta alam'." (QS 10:10)
 
SALAM .......

 
Salamun alaikum, Terima Kasih. Kajian lanjut itu tentu mendatangkan banyak manfaat kepada para pembaca.
Sekali lagi, Terima Kasih.
Allah disanjung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar